Pagi itu di sebuah aula megah di kompleks Kemendikdasmen, suasana begitu tenang sekaligus penuh harapan. Sejumlah guru—dari PAUD hingga sekolah dasar—tampak duduk rapi, berbalut batik dan seragam sekolah, bersiap menyimak pengumuman penting dari panggung utama. Di balik layar, pohon-pohon bendera merah putih seakan menyertai langkah mereka ke sanubari bangsa. Inilah pagi di mana guru-guru Indonesia mendapatkan apresiasi istimewa: “Kado HUT RI ke-80 dari Presiden untuk Guru.”
Langkah pertama dimulai ketika Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, naik ke podium. Dengan nada tenang tapi mantap, beliau menyampaikan: “Presiden Prabowo Subianto memberikan tiga kado istimewa untuk para guru negeri sebagai bentuk afirmasi dan penghargaan terhadap pengabdian mereka.”
Kado Pertama: Insentif untuk Guru Non-ASN
Bayangkan recehan Rp 300.000 per bulan—bagi sebagian orang mungkin kecil, tapi untuk guru honorer yang berjuang dengan honor terbatas, jumlah itu berarti harapan. Kini, selama tujuh bulan, insentif itu akan ditransfer langsung ke rekening mereka—jumlah totalnya mencapai kisaran Rp 2,1 juta per guru. Sebanyak 341.248 guru honorer terdata sebagai penerima manfaat ini.
Kado Kedua: Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk Guru PAUD Nonformal
Yayan Sumiati, guru PAUD di daerah terpencil, tersentak bahagia ketika mendengar kabar ini. Selama ini, ia hanya mengandalkan infak dari wali siswa sejak honor yang didapat sangat terbatas. Kini, dengan Rp 300.000 per bulan selama dua bulan ke depan—disalurkan langsung—dia bisa sedikit lebih ringan menjalani hari-hari mengajar di rumah-rumah sederhana. Ini dirasakan sebagai bentuk kehadiran negara untuk mereka yang selama ini berkontribusi secara diam-diam.
Kado Ketiga: Beasiswa Afirmasi Kualifikasi S-1/D-4
Bagi banyak guru PAUD dan SD yang belum memiliki gelar sarjana, peluang untuk meningkatkan kompetensi kini terbuka lebar. Melalui skema Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), sebanyak 12.500 guru diundang mengikuti program gelar S-1 atau D-4 di 112 perguruan tinggi—dengan total anggaran Rp 37,5 miliar. Sebuah investasi besar dalam kualitas pendidikan jangka panjang.
Atmosfer di Balik Cerita
Seorang guru senior bercerita, “Ketika dengar kabar, rasanya bangga sekaligus terharu. Tidak banyak yang lihat, tapi hati kami terasa diakui negara.” Suaranya tertahan di antara tepuk tangan hadirin.
Di sudut lain, sebagian guru non-ASN di bawah binaan Kemenag menyampaikan perasaan serupa: senang tapi juga menyesal karena belum tercover bantuan ini. Ini menjadi catatan penting agar kebijakan merata menyentuh semua pelaku pendidikan—terlepas dari lembaga induk.
Mengapa Ini Penting?
Kado-kado ini bukan sekadar uang, tapi simbol pengakuan, harapan, dan momentum transformasi pendidikan. Seperti kata Abdul Mu’ti, guru adalah “garda terdepan pendidikan,” dan melalui penghargaan ini, pemerintah menunjukkan bahwa negara hadir—mendukung kompetensi sekaligus kesejahteraan mereka.
Bagi Yayan, bantuan ini memudarkan rasa ketidakpastian ekonomi. “Harapannya sih, bantuan ini bisa terus dilanjutkan dan nominalnya dinaikkan,” tuturnya penuh harap.
Di momentum 17 Agustus yang sarat makna, tidak hanya kemerdekaan yang dirayakan, tetapi juga pengabdian tanpa pamrih para guru. Tiga kado dari Presiden Prabowo bukan hanya apresiasi simbolis—melainkan janji nyata bahwa bangsa ini menghargai mereka yang mencerdaskan generasi penerus. Semoga upaya ini menjadi awal dari gerakan lebih besar untuk memperkuat pendidikan bermutu bagi semua.